20 April 2008

Spiritualitas Seorang Ibu

(Sebuah Refleksi Dalam Rangka Hari Kartini)
 
Ketika itu, Tuhan telah bekerja enam hari lamanya. Kini giliran diciptakan para 
ibu. Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut: "Tuhan, banyak nian waktu yang Tuhan habiskan untuk menciptakan ibu ini?"
Dan Tuhan menjawab pelan: "Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan?"
01) Ibu ini harus waterproof (tahan air/cuci) tapi bukan dari plastik.
02) Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai.
03) Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya.
04) Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan.
05) Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan kaki yang keseleo.
06) Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah, dan;
07) Enam pasang tangan!!
Malaikat itu menggeleng gelengkan kepalanya: "Enam pasang tangan....? chk.... chk... chk".
"Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan Saya, melainkan tangan yang melayani sana sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik," balas Tuhan.
"Tuhan", kata malaikat itu lagi, "Istirahatlah". "Saya tidak dapat, Saya sudah hampir selesai."
08) Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit.
09) Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu setengah ons daging
10) Ia juga harus menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi......
Akhirnya Malaikat membalik – balikkan contoh Ibu dengan perlahan. "Terlalu lunak", katanya memberi komentar.
"Tapi kuat!" Kata Tuhan bersemangat. "Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung, pikul dan derita."
"Apakah ia dapat berpikir?" tanya malaikat lagi.
"Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat memberi gagasan, ide dan berkompromi", kata Sang Pencipta.
Akhirnya Malaikat menyentuh sesuatu di pipi, "Eh, ada kebocoran disini".
"Itu bukan kebocoran", kata Tuhan. "Itu adalah air mata.... air mata 
kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air 
mata kesepian, air mata kebanggaan, air mata...., air mata....".
"Tuhan memang ahlinya..........",  Malaikat berkata pelan.
 
Oleh : Pdt.Wahyu Nugroho

13 April 2008

“ ESTER SI PEMBERANI”

Bacaan : Ester 4 : 15 – 17

Orang yang sering merasa takut ini sebelum melakukan sesuatu, bisa dipastikan bahwa ia belum banyak melakukan hal – hal berharga di dalam hidupnya. Karena memang rasa takut yang terlampau menguasai seseorang, akan menghambat orang tersebut untuk menjadi berarti bagi diri sendiri, keluarga, gereja dan masyarakat.

Ketakutan yang berlebihan akan membatasi ruang gerak kita. Dan bagi orang percaya rasa takut juga sering kali membuat kita tidak dapat melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan Allah kita.

Tokoh yang akan kita soroti saat ini adalah Ester. Ester adalah seorang Yahudi ( namanya dalam Bahasa Ibrani Hadasa ). Ia adalah seorang yatim piatu dan sejak kecil ia telah diasuh oleh pamannya yang bernama Mordekhai. Mordekhai dan Ester adalah generasi orang Israel yang hidup di pembuangan. Karena keelokan parasnya Ester dipilih oleh Raja Ahasyweros untuk menjadi permaisurinya. Raja Ahasyweros memiliki seorang penasehat, tangan kanannya yaitu Haman. Akan tetapi Haman sangat membenci orang Yahudi. Ia mempunyai niat untuk memusnahkan orang Yahudi. Pada situasi yang genting inilah Ester mengambil perannya untuk menyelamatkan bangsanya. Ia mengambil resiko, meskipun nyawanya yang dipertaruhkan.

Keberanian Ester bukanlah keberanian yang asal berani akan tetapi keberanian yang didasarkan akan pengenalan dan kepercayaannya kepada Tuhan Allahnya. Karena dalam ayat yang kita baca tadi, Ester mengajak seluruh bangsa Yahudi untuk melakukan doa dan puasa untuk memohon kasih dan pertolongan Tuhan. Ester berani untuk maju dan berjuang bagi bangsanya karena ia mengasihi bangsanya. Posisinya pada saat itu tidak dia pakai hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri saja, tetapi kedudukan dan posisinya pada saat itu ia pakai untuk menyelamatkan bangsanya.

Kisah keberanian Ester ini memberi satu teladan bagi kita pada saat ini, ketika banyak orang dikuasai oleh rasa takut akan kesulitan – kesulitan hidup, yang pada akhirnya membawa mereka sibuk memikirkan diri sendiri, dan membangun benteng – benteng perlindungan bagi kenyamanan mereka sendiri. Orang percaya dan gereja dipanggil memiliki keberanian untuk terus menerus menebar kasih meskipun kerap kali harus melalui banyak pengorbanan. Amin.

Oleh : Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo


06 April 2008

“Nadhat al Jama’ah”

Roma 6 : 4

Kristus telah bangkit dari antara orang mati, peristiwa tersebut luar biasa dan amat menggembirakan bagi yang mengimani kebangkitan itu, setidaknya peristiwa yang mustahil tetapi menjadi nyata dan dibuktikan dengan pertimbangan nalar oleh Tuhan Yesus sendiri, maupun bukti otentik yang dituntut oleh Thomas menegaskan kebangkitan Tuhan Yesus tersebut. Jika tidak ada kebangkitan Kristus maka sia – sialah semuanya, bahkan hal tentang Allahpun menjadi tidak jelas. Atau Rasul Paulus mengatakan jika tidak ada kebangkitan maka suatu kebohongan bagi Allah. Kebangkitan Kristus sangat menentukan bagi dasar iman Kristen. Kebangkitan itu juga bukan hanya bagi Kristus sendiri tetapi kebangkitan yang diperuntukkan bagi kita semua agar hidup kita berbuah bagi Allah.

Di Indonesia ada organisasi keagamaan Nadhatul Ulama, artinya kebangkitan para ulama. Meminjam istilah itu maka renungan kita kali ini berjudul Nadhat al Jama’ah. Nadhat artinya kebangkitan, jama’ah artinya umat/jemaat, nadhat al jama’ah berarti kebangkitan umat/jemaat. Menarik untuk kita renungkan bahwa kebangkitan Kristus memberi daya baru bagi kebangkitan jemaat untuk melakukan karya – karya Allah di dalam kehidupan ini. Setelah peristiwa kebangkitan, hidup kita merasakan kesukacitaan, adanya kepastian pengampunan dosa, terciptanya pemulihan relasi dengan Allah, tak ada lagi hal prinsip yang dapat mengganggu hubungan kita dengan Tuhan Allah. Kebangkitan Kristus sudah meletakkan dasar iman kita dan tak perlu ada lagi yang diragukan dalam mengimani Kristus sebagai Juruselamat kita. Maka di dalam suasana sukacita itulah kita memperagakan hidup sebagaimana panggilan Kristus. Kita perlu bangkit dari hidup lama ke hidup yang baru, hidup yang mampu menjadi jalan berkat bagi sesama.

Hidup yang digerakkan oleh kasih kemurahan Allah, hidup yang mewartakan kasih kemurahan itu kepada sesama. Gerakan kebangkitan jemaat ini perlu kita lakukan mengingat di tengah masyarakat kita sekarang ini, semakin mengalami ketegangan – ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan – perubahan sosial maupun ekonomi.

Kebangkitan kita di masa kini dan di sini dalam konteks yang sebenarnya, turut mengambil bagian menciptakan keadaan baru di tengah masyarakat yang lebih adil dan berperadaban. Bukan kebangkitan melawan penguasa, melainkan kebangkitan moral melawan ketidak adilan, pembodohan dan pemiskinan. Memberikan teladan hidup yang benar bagi generasi kita, memberi dan berbagi nilai – nilai keutamaan bagi siapapun yang mencarinya, dan memberikan kesejukan damai sejahtera bagi kehidupan bersama. Nadhat al jama’ah, kebangkitan kita yang sudah seharusnya berbuah bagi Allah.

Oleh : Pdt.Tanto Kristiono