27 Januari 2008

MUSUH BERSAMA

Ketika bangsa Indonesia masih di jajah oleh Belanda dan Jepang, di setiap daerah di nusantara ini bahu – membahu berjuang tanpa melihat penjajah sebagai “musuh bersama”. Sayangnya, ketika kemerdekaan itu telah dicapai, bahkan sampai berusia 62 tahun, bangsa ini kehilangan “musuh bersama” sehingga cenderung mencari – cari musuhnya masing – masing. Akibatnya, saudara sendiri yang beragama, bersuku dan berbeda dengan mereka dijadikan musuhnya. Kasus Ahmadiyah, perusakan gereja, kerusuhan, dll, menunjukkan bangsa ini justru menganggap sesamanya sebagai musuh dan cenderung menjadi bangsa yang menghancurkan diri sendiri.

Gereja pun demikian, ketika gereja masih dikejar – kejar bahkan dilarang, para pengikut Kristus sungguh menghayati kebersamaan dalam Iman. Penganiaya dijadikan “musuh bersama” yang dihadapi bukan dengan kekerasan melainkan dengan kesabaran dan kasih. Namun, ketika gereja sudah mulai mapan, beribadah dapat dilakukan dengan bebas, maka gereja kembali kehilangan “musuh bersama”. Akibatnya, sering muncul masalah internal yang cenderung merugikan seperti munculnya ajaran – ajaran yang menyimpang, dll.

Bagaimana dengan GKJ Margoyudan? Ketika GKJ Margoyudan masih memiliki banyak pepanthan, seluruh unsure kerja gereja dan jemaat bahu – membahu untuk berpelayanan karena luasnya wilayah pelayanan yang harus digarap. Tetapi ketika saat ini pepanthan tinggal satu, yakni Petoran, apakah itu berarti garapan pelayanan kita mulai enteng dan mudah? Sejarah gereja membuktikan ketika pelayanan mulai tidak menantang lagi, gereja mengancam stagnan dan mengalami konflik internal.

GKJ Margoyudan masih memiliki tantangan besar : “bagaimana menjadi gereja yang misioner”, misioner bukan dalam pengertian “mencari jiwa – jiwa” tetapi misioner dalam pengertian menghadirkan syalom untuk sesama. Syalom yang lebih diartikan sebagai pembawa damai, kerukunan dan harapan bagi orang lain yang membutuhkan tanpa ada pamrih tertentu. Dengan menjadi syalom maka gereja tidak kehabisan energi untuk hanya memikirkan konflik internal yang semuanya terjadi karena ego dari masing – masing anggota yang ada di dalamnya. Visi ini sedang digumulkan oleh Tim Reinstra GKJ Margoyudan. Oleh karena itu, segenap jemaat diharapkan mendukungnya dalam doa dan dalam bentuk pelayanan kongkrit yaitu menghadirkan syalom bagi sesame di keluarga, gereja dan masyarakat.

Oleh : Pdt. Wahyu Nugroho


20 Januari 2008

MENJADI ANGGOTA KELUARGA ALLAH

Bahan : Mazmur 27 : 1 – 6

Nats : Ayat 4 – 6

Salah satu fungsi rumah atau keluarga adalah melindungi. Melindungi dan memberikan rasa aman, nyaman bagi setiap anggota keluarga. Memang situasi yang seperti ini baru dapat tercipta jika ada kerja sama yang baik diantara anggota keluarga. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa harus ada yang menjadi motor penggeraknya, dan biasanya hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab kepala keluarga. Jika keluarga dapat memberikan rasa damai, aman dan nyaman maka sudah barang tentu setiap anggota keluarga akan merasa kerasan berada dalam keluarga. Sehingga mereka tidak merasa perlu mencari – cari kenyamanan di tempat lain.

Hal semacam ini pula yang dapat dirasakan oleh Daud. Sebagai anggota keluarga Allah, Daud merasa sangat nyaman dan terlindungi. Tuhan Allah sebagai kepala keluarga sangat dirasakan oleh Daud sebagai Pelindung yang perkasa di tengah berbagai macam ancaman hidupnya. Sehingga Daud bersaksi seperti yang ditulis dalam ayat 1 – 4, bahwa satu – satunya yang diinginkan Daud adalah diam dirumah Tuhan seumur hidupnya. Berada dalam naungan dan pemeliharaan Tuhan selamanya. Iman dan Pengharapan Daud ini semakin kuat, karena tak hentinya ia menghayati bahwa segala pengalaman hidupnya telah menuntunnya berjumpa dengan keagungan cinta kasih Allah. Penghayatan akan kebesaran Kasih Allah ini juga membuat Daud tidak gentar menghadapi kehidupannya. Membuat Daud mampu menegakkan kepalanya menghadapi hidup bersama dengan segala tantangan dan kesulitannya.

Demikian juga dengan kita sebagai anggota keluarga Allah, tentunya kita juga telah memiliki pengalaman hidup bersama kuasa serta kemurahan Tuhan dan sudah seharusnya bahwa semuanya itu membuahkan rasa kerasan dalam naungan dan cinta kasih Allah. Tidak akan pernah mencari – cari perlindungan, rasa aman dan keselamatan di luar Tuhan Allah kita.

Karena dari segala pengalaman hidup kita, kita hanya mengenal satu Penolong yang teguh, Benteng perlindungan yang kokoh, yaitu Tuhan Allah yang hidup. Amin

Oleh : Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo,S.Th

13 Januari 2008

Benarkah kehidupan ini bagaikan roda yang berputar?

Bacaan : I Raja-raja 11: 1-13


Pesona Raja Salomo tidak bertahan lama. Sejak ketenarannya mengambil keputusan atas sengketa dua orang perempuan yang memperebutkan anak, segera mengalami prestasi mencengangkan dalam memimpin Israel. Namun, ia kemudian jauh meninggalkan perintah Tuhan sendiri. Ia mempunyai istri terdiri tujuh ratus perempuan dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik. Dan ia memasukkan ibadah kekafiran bagi seluruh Israel yang dibawa oleh para isterinya itu.
Kemaharajaan Salomo dalam waktu relatif singkat hilang seketika, pamor kehebatan Salomo tidak ada artinya sama sekali dibandingkan kehancuran spiritualitas dan moral bangsa Israel. Komentar orang atas Salomo bisa seperti itu, sehingga prestasi raja Salomo merupakan prestasi buruk jatuhnya moralitas yang dibangun para nabi.
Apakah yang dilakukan oleh raja Salomo akan membenarkan bahwa roda kehidupan itu berputar? Jika salomo menempati posisi di atas kemudian segera ia menempati posisi di bawah. Ataukah roda berputar itu lebih pada moralitas?
Raja Salomo membawa bangsa Israel untuk menempati keadaan buruk dan menyebabkan Tuhan berencana menghukum Israel mengalami kehancuran dalam wujud terkoyaknya Israel menjadi dua kerajaan. Hukuman itu benar-benar terwujud. Hukuman Tuhan ini amat dahsyat, dan itu hanya disebabkan justru karena kejatuhan raja Salomo beserta seluruh rakyatnya. Lebih jauh dan mengenaskan lagi setelah pecahnya Israel menjadi dua kerajaan; Israel Utara di tahun 721 SM hancur terbuang di Asyur dan tak pernah kembali, sehingga berakhirlah kerajaan Israel Utara, menyusul dua abad berikutnya Yehuda terbuang ke Babil, nyaris mengikuti jejak saudaranya Israel Utara, jika tidak karena Tuhan masih memegang janji setiaNya, Yehuda kembali dari pembuangan Babil.

Tidak main-main hukuman Tuhan, dan tidak main-main persoalan kesetiaan kepada Yahwe Tuhan Allah Israel.

Jika demikian, roda kehidupan berputar bukan di sekitar hal-hal yang bersifat ekonomi, nasib, kesejahteraan hidup. Tetapi lebih pada moralitas. Namun moralitas itu jika ingin tetap mempesona harus di dalam keadaan terjaga. Caranya jika manusia setia dan berbakti kepada Tuhan.

Tuhan memberkati.

Oleh : Pdt. Tanto Kristiono



06 Januari 2008

Jadikanlah dirimu yang terbaik!

Galatia 6 : 4-5.


Perjalanan hidup itu bagaikan orang yang sedang melakukan pencarian, tidak jarang dalam pencarian itu orang menghadapi berbagai rintangan yang menghambat. Ada yang berhasil menemukan dan ada yang gagal. Lantas apa sih yang seharusnya dicari manusia: yang seharusnya dicari adalah makna hidup.

Kegagalan menyebabkan kita kecewa dan merasa bersalah. Sementara itu keberhasilan dapat menyebabkan kita takabur dan tidak waspada. Agar pencarian itu tetap berlanjut maka perlu dibutuhkan keberanian menghadapi kesulitan, dan pantang mundur. Memusatkan pada kemampuan dan kekuatan diri untuk menghidupkan pengharapan – pengharapan dan motivasi untuk kelanjutan pertumbuhan hidup kita. Tidak perlu dalam hidup kita melakukan penghakiman pada pihak lain ataupun diri sendiri. Kemarin, sudah tidak ada atau sudah berlalu, besok – belum ada. Yang ada adalah hari ini dan itu ada kawatirnya sendiri – riil, nyata, kini dan di sini.

Ada beberapa hal yang patut direnungkan, misalnya seperti berikut: bahwa yang berarti adalah bukan pada apa yang anda beli, tetapi yang anda bangun dan ciptakan.Yang berarti bukan yang anda peroleh, tetapi yang anda berikan.

Yang berarti bukanlah keberhasilan anda tetapi signifikasi anda. Yang berarti bukanlah yang anda pelajari, tetapi apa yang anda ajarkan bagi orang lain.Yang berarti, setiap tindakan yang disertai integritas tinggi, bela rasa, keteguhan dan pengorbanan yang dapat memperkuat atau meneguhkan orang lain untuk dapat meneladani anda Yang berarti bukanlah kompetensi anda, tetapi karakter anda.

Be your best! Jadikan diri anda yang terbaik. Mulailah dari diri sendiri, perbaiki diri sendiri, berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan Tuhan dan berdamai dengan sesama. Jika pencarian hidup itu menyangkut perubahan nasib, nasib tidak ditentukan oleh orang lain. Nasib tidak menunggu ditentukan oleh orang lain. Yang dapat mengubah nasib anda, adalah diri anda sendiri.

Selamat berjuang di tahun baru ini.

Oleh : Pdt. Tanto Kristiono.