11 Mei 2008

Kita Harus Lebih Sering Hening


Seorang murid bertanya kepada Gurunya yang terkenal bijaksana: “Guru bagaimana caranya menghilangkan berbagai kekuatiran yang sering saya alami akhir-akhir ini?”

Guru itu tidak segera menjawab, tapi hanya menempelkan telunjuknya pada bibirnya sambil mengeluarkan suara: “ssttt”.

Murid itu tidak mengerti apa maksudnya, kemudian bertanya dengan nada yang agak heran bercampur kesal: “Apa maksud guru sebenarnya? Apakah saya mengganggu?”

Kembali Guru itu melakukan hal yang sama: “ssttt”

Murid itu akhirnya diam mengikuti tanda sang Guru itu. Sepuluh menit kemudian, Guru itu bertanya kepada muridnya: “Apa yang kamu rasakan saat kamu diam?”

Murid itu menjawab: “Hening Guru”

“Apakah kamu merasa kuatir?”, Tanya Guru itu kembali

“Tidak Guru, saya lupa dengan kekuatiran saya”, jawab Sang Murid dengar suara pelan

“Itulah jawabanku atas pertanyaanmu tadi muridku. Rasa kuatir sering kali semakin mengganggu karena hati kita tidak tenang. Ketika hati kita tidak tenang, maka kita tidak mampu merasakan kehadiran Sang Pencipta yang menenangkan. Percumalah kamu berdoa jika hatimu tidak tenang. Hanya dengan hati yang tenang, hening kamu bisa merasakan karya Sang Pencipta yang berkenan berdiam dalam dirimu”

Refleksi:

Sebagai orang Kristen, seharusnya kita bersyukur karena Allah melalui Roh Kudus berkenan berdiam dalam diri kita. Tetapi sering kita tidak dapat merasakan kehadiranNya karena kita sulit untuk tenang, sulit untuk hening. Hanya dalam keheningan, hati yang tenang dan sumarah, kita dapat mendengar serta merasakan karya Roh Kudus yang menghibur, menguatkan dan menuntun kita kepada hidup yang benar.

SELAMAT PENTAKOSTA

Pdt. Wahyu Nugroho

04 Mei 2008

Bacaan : II Samuel 18 : 29 – 33

Ada tata nilai yang berlaku umum dalam kehidupan orang Jawa, orang Jawa bilang : “Tega larane, ora tega patine.” Artinya orang masih bisa sanggup melihat saudaranya menderita karena yang menderita itu nakal, tetapi tidak sanggup mendengar kabar jikalau saudaranya itu mati, atau mengalami musibah hingga tewas. Sebagai orangtua tentu tidak ingin jikalau anaknya menderita atau terkena musibah meskipun anak itu mengecewakan orangtuanya.

Hal seperti itu pun dilakukan Daud, ketika ia mendengar bahwa Absalom yang memberontak kepada Daud ayahnya, didapatinya bahwa Absalom telah mati, Daud pun menangis. Dalam tangisan Daud, ia ingin jika menggantikan kematian anaknya itu dengan dirinya sendiri. Artinya Daud tetap tidak tega meskipun Absalom memusuhinya dan yang ingin menggantikan kedudukannya sebagai raja di Israel.

”Tega larane, ora tega patine.” agaknya bertentangan dengan ”Ilang-ilangan endhog siji.” Jikalau anak itu benar-benar menemui ajal atau pergi tanpa pamit, ketika orangtuanya sedang tersulut amarah, orangtua bisa mengatakan ilang-ilangan endhog siji barangkali orangtua tersebut sedang mengalami emosi sesaat, apakah benar dalam hatinya tidak terhinggapi perasaan sedih kalau mendengar anaknya yang ”mbeling” itu mati?

Daud sebagai orangtua yang dimusuhi anaknya, Absalom, tetap menunjukkan rasa sedih, ia merasa kehilangan anaknya sendiri. Bagaimanapun juga anak adalah darah dagingnya sendiri. Daud telah menunjukkan contoh kebesaran jiwa seorang ayah, belas kasih seorang ayah kepada anaknya.

Kita sering mendengar cara didik yang sangat keliru dalam masyarakat kita, jika anaknya tidak menurut perintah orangtua, ada saja orangtua yang berkata: ”Oo.. tak koplok ndhasmu.” perkataan itu sangat tidak mendidik dan lebih meneror perasaan si anak. Perkataan itu juga menunjukkan orangtuanya tidak terdidik!

Bukankah dalam kehidupan ini perlu sikap keteladanan, tidak hanya bagi lingkungan keluarga namun juga bagi lingkungan masyarakat yang lebih luas? Memendam emosi, menyimpan kebencian, memelihara perasaan tidak cocok, semuanya itu bukan watak orang Kristen! Jika kita masih ingin menjadi orang Kristen, buanglah semuanya itu! Merasa diri paling hebat, paling benar, paling pinter, paling bisa, itu juga bukan sikap orang Kristen. Milikilah sikap belas kasih, rendah hati, sabar dan bersedia mengampuni! Menjadi orang Kristen yang baik, tidak karena telah lama dibaptis, karena keturunan dari simbahnya sudah Kristen, tetapi orang yang mau belajar dan menjadi orang yang memiliki jiwa pengampun, belas kasih sabar dan rendah hati. Amin.

Oleh : Pdt. Tanto Kristiono.

20 April 2008

Spiritualitas Seorang Ibu

(Sebuah Refleksi Dalam Rangka Hari Kartini)
 
Ketika itu, Tuhan telah bekerja enam hari lamanya. Kini giliran diciptakan para 
ibu. Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut: "Tuhan, banyak nian waktu yang Tuhan habiskan untuk menciptakan ibu ini?"
Dan Tuhan menjawab pelan: "Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan?"
01) Ibu ini harus waterproof (tahan air/cuci) tapi bukan dari plastik.
02) Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai.
03) Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya.
04) Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan.
05) Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan kaki yang keseleo.
06) Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah, dan;
07) Enam pasang tangan!!
Malaikat itu menggeleng gelengkan kepalanya: "Enam pasang tangan....? chk.... chk... chk".
"Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan Saya, melainkan tangan yang melayani sana sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik," balas Tuhan.
"Tuhan", kata malaikat itu lagi, "Istirahatlah". "Saya tidak dapat, Saya sudah hampir selesai."
08) Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit.
09) Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu setengah ons daging
10) Ia juga harus menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi......
Akhirnya Malaikat membalik – balikkan contoh Ibu dengan perlahan. "Terlalu lunak", katanya memberi komentar.
"Tapi kuat!" Kata Tuhan bersemangat. "Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung, pikul dan derita."
"Apakah ia dapat berpikir?" tanya malaikat lagi.
"Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat memberi gagasan, ide dan berkompromi", kata Sang Pencipta.
Akhirnya Malaikat menyentuh sesuatu di pipi, "Eh, ada kebocoran disini".
"Itu bukan kebocoran", kata Tuhan. "Itu adalah air mata.... air mata 
kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air 
mata kesepian, air mata kebanggaan, air mata...., air mata....".
"Tuhan memang ahlinya..........",  Malaikat berkata pelan.
 
Oleh : Pdt.Wahyu Nugroho

13 April 2008

“ ESTER SI PEMBERANI”

Bacaan : Ester 4 : 15 – 17

Orang yang sering merasa takut ini sebelum melakukan sesuatu, bisa dipastikan bahwa ia belum banyak melakukan hal – hal berharga di dalam hidupnya. Karena memang rasa takut yang terlampau menguasai seseorang, akan menghambat orang tersebut untuk menjadi berarti bagi diri sendiri, keluarga, gereja dan masyarakat.

Ketakutan yang berlebihan akan membatasi ruang gerak kita. Dan bagi orang percaya rasa takut juga sering kali membuat kita tidak dapat melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan Allah kita.

Tokoh yang akan kita soroti saat ini adalah Ester. Ester adalah seorang Yahudi ( namanya dalam Bahasa Ibrani Hadasa ). Ia adalah seorang yatim piatu dan sejak kecil ia telah diasuh oleh pamannya yang bernama Mordekhai. Mordekhai dan Ester adalah generasi orang Israel yang hidup di pembuangan. Karena keelokan parasnya Ester dipilih oleh Raja Ahasyweros untuk menjadi permaisurinya. Raja Ahasyweros memiliki seorang penasehat, tangan kanannya yaitu Haman. Akan tetapi Haman sangat membenci orang Yahudi. Ia mempunyai niat untuk memusnahkan orang Yahudi. Pada situasi yang genting inilah Ester mengambil perannya untuk menyelamatkan bangsanya. Ia mengambil resiko, meskipun nyawanya yang dipertaruhkan.

Keberanian Ester bukanlah keberanian yang asal berani akan tetapi keberanian yang didasarkan akan pengenalan dan kepercayaannya kepada Tuhan Allahnya. Karena dalam ayat yang kita baca tadi, Ester mengajak seluruh bangsa Yahudi untuk melakukan doa dan puasa untuk memohon kasih dan pertolongan Tuhan. Ester berani untuk maju dan berjuang bagi bangsanya karena ia mengasihi bangsanya. Posisinya pada saat itu tidak dia pakai hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri saja, tetapi kedudukan dan posisinya pada saat itu ia pakai untuk menyelamatkan bangsanya.

Kisah keberanian Ester ini memberi satu teladan bagi kita pada saat ini, ketika banyak orang dikuasai oleh rasa takut akan kesulitan – kesulitan hidup, yang pada akhirnya membawa mereka sibuk memikirkan diri sendiri, dan membangun benteng – benteng perlindungan bagi kenyamanan mereka sendiri. Orang percaya dan gereja dipanggil memiliki keberanian untuk terus menerus menebar kasih meskipun kerap kali harus melalui banyak pengorbanan. Amin.

Oleh : Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo


06 April 2008

“Nadhat al Jama’ah”

Roma 6 : 4

Kristus telah bangkit dari antara orang mati, peristiwa tersebut luar biasa dan amat menggembirakan bagi yang mengimani kebangkitan itu, setidaknya peristiwa yang mustahil tetapi menjadi nyata dan dibuktikan dengan pertimbangan nalar oleh Tuhan Yesus sendiri, maupun bukti otentik yang dituntut oleh Thomas menegaskan kebangkitan Tuhan Yesus tersebut. Jika tidak ada kebangkitan Kristus maka sia – sialah semuanya, bahkan hal tentang Allahpun menjadi tidak jelas. Atau Rasul Paulus mengatakan jika tidak ada kebangkitan maka suatu kebohongan bagi Allah. Kebangkitan Kristus sangat menentukan bagi dasar iman Kristen. Kebangkitan itu juga bukan hanya bagi Kristus sendiri tetapi kebangkitan yang diperuntukkan bagi kita semua agar hidup kita berbuah bagi Allah.

Di Indonesia ada organisasi keagamaan Nadhatul Ulama, artinya kebangkitan para ulama. Meminjam istilah itu maka renungan kita kali ini berjudul Nadhat al Jama’ah. Nadhat artinya kebangkitan, jama’ah artinya umat/jemaat, nadhat al jama’ah berarti kebangkitan umat/jemaat. Menarik untuk kita renungkan bahwa kebangkitan Kristus memberi daya baru bagi kebangkitan jemaat untuk melakukan karya – karya Allah di dalam kehidupan ini. Setelah peristiwa kebangkitan, hidup kita merasakan kesukacitaan, adanya kepastian pengampunan dosa, terciptanya pemulihan relasi dengan Allah, tak ada lagi hal prinsip yang dapat mengganggu hubungan kita dengan Tuhan Allah. Kebangkitan Kristus sudah meletakkan dasar iman kita dan tak perlu ada lagi yang diragukan dalam mengimani Kristus sebagai Juruselamat kita. Maka di dalam suasana sukacita itulah kita memperagakan hidup sebagaimana panggilan Kristus. Kita perlu bangkit dari hidup lama ke hidup yang baru, hidup yang mampu menjadi jalan berkat bagi sesama.

Hidup yang digerakkan oleh kasih kemurahan Allah, hidup yang mewartakan kasih kemurahan itu kepada sesama. Gerakan kebangkitan jemaat ini perlu kita lakukan mengingat di tengah masyarakat kita sekarang ini, semakin mengalami ketegangan – ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan – perubahan sosial maupun ekonomi.

Kebangkitan kita di masa kini dan di sini dalam konteks yang sebenarnya, turut mengambil bagian menciptakan keadaan baru di tengah masyarakat yang lebih adil dan berperadaban. Bukan kebangkitan melawan penguasa, melainkan kebangkitan moral melawan ketidak adilan, pembodohan dan pemiskinan. Memberikan teladan hidup yang benar bagi generasi kita, memberi dan berbagi nilai – nilai keutamaan bagi siapapun yang mencarinya, dan memberikan kesejukan damai sejahtera bagi kehidupan bersama. Nadhat al jama’ah, kebangkitan kita yang sudah seharusnya berbuah bagi Allah.

Oleh : Pdt.Tanto Kristiono

30 Maret 2008

“Mari Kita Bersukacita”

( Mazmur 118 : 24 – 25 )

“Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak – sorak karenanya. Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan. Ya Tuhan, berilah kiranya kemujuran”.

Menurut Mazmur 118 : 24 disebutkan bahwa hari ini hari yang dijadikan Tuhan berarti hari yang dibuat, yang diciptakan oleh Tuhan sebagai Karya Tuhan dan dengan sendirinya mutlak menjadi milik Tuhan. Sehingga hanya karena Kasih dan AnugerahNya maka hari ini boleh dengan Cuma – cuma dipakai, dipergunakan dan diisi dengan segala rencana, pekerjaan, study, dan lain – lain aktivitas sepanjang hari.

Jika kita diperbolehkan memakai dengan Cuma – cuma, hari ini, bahkan bukan Cuma hari ini, tetapi setiap hari yang sudah kita lalui, bahkan kita patut berterima kasih dan bersyukur, terlebih lagi, kita sudah boleh memakai, masih juga diperbolehkan meminta.

Dalam Mazmur 118 : 25 kita masih boleh meminta 2 hal besar, yaitu : 1. Keselamatan, karena terbebas dari hukuman maut beroleh hidup baru oleh penebusan Tuhan Yesus Kristus. 2. Kemujuran, berkat dan penyertaan atas pemeliharaan secara jasmaniah dan kesempatan mendapat rejeki. Jadi saudara, dengan keselamatan, berkat dan penyertaan serta pemeliharaan yang diberikan Tuhan kepada kita, selayaknya kita tidak Cuma sekedar berterima kasih saja, melainkan berusaha mempergunakan hari ini, dengan sebaik – baiknya.

Persoalan selalu timbul, bagaimana cara penyelesaiannya ?

Pemazmur memberitahukan caranya dengan jelas, yaitu : “dengan bersorak – sorak dan bersukacita”, merefleksikan dan mewujudnyatakan dengan sikap : Optimis dan positif thinking dalam menjalani hidup di hari mendatang saat kita kembali kepada kesibukan kita,

Waktu kita menghadapi pekerjaan yang menumpuk, dagangan sepi, segudang problem yang tidak sesuai dengan keinginan kita, apakah kita masih bisa mengatakan “Hari ini harinya Tuhan mari kita bersukaria ?”. Bisa, hanya dengan kesadaran akan pengorbanan di atas kayu salib dan sikap optimis dan positif thinking, kita berterima kasih atas pemberian hari ini, keselamatan serta kemujuran. Tuhan terima kasih atas pemberian hari ini. Amin

Oleh : Dkn. Winantyo Atmodjo,SE



16 Maret 2008

Sudahkah Kita diubah Oleh Salib Kristus?

Bayangkan sebuah gelas yang berisi air putih. Gelas itu kemudian diberi 1 sendok sirup merah. Setelah diudak beberapa saat, pastilah air di dalam gelas itu segera berubah berwarna merah.

Bayangkan gelas itu adalah kita dan sirup merah itu adalah SALIB KRISTUS yang berlumuran darah penebusanNya. Apakah kita segera berubah menjadi merah atau apakah hidup kita segera diubah oleh SALIB KRISTUS itu?

Sesungguhnya SALIB KRISTUS mengubah cara kita menjalani hidup dan menghadapi tantangan hidup ini. SALIB KRISTUS bukanlah sebuah pertunjukan sulap yang hidup manusia menjadi penuh kemewahan, sukacita dan bebas dari penderitaan. Selama kita hidup, sukacita-kesusahan; sehat-sakit;bahagia-dukacita; dan persahabatan-permusuhan akan menjadi bagian hidup kita.

Tapi SALIB KRISTUS cara menjalani hidup dan menghadapi tantangan hidup. Mereka yang menerima SALIB KRISTUS tapi tidak diubah oleh Salib itu lebih mudah menyerah pada keadaan dan takluk pada emosi/hawa napsu duniawi. Hidupnya lebih banyak diwarnai dengan keputusasaan serta dendam.

Sementara, mereka yang diubah oleh SALIB KRISTUS lebih dapat mengendalikan diri/sabar, mengampuni dan senantiasa memiliki pengharapan dalam Kristus.

Bagaimana kita dapat diubah oleh SALIB KRISTUS itu?

Pertobatan, penyerahan dan membuka diri pada karya Pengampunan Allah dalam SALIB KRISTUS yang diwujudkan dalam penghayatan kita yang sungguh dalam Perjamuan Kudus JUMAT AGUNG serta PASKAH dapat menjadi awal kita diubah oleh-NYA

Pdt. Wahyu Nugroho

09 Maret 2008

“Ketaatan Yang Membawa Berkat”

Bahan : Lukas 5 : 1 – 10

Nats : ayat 5

“….. dan akhirnya mereka hidup berbahagia untuk selamanya” demikian kalimat yang biasanya dipakai untuk menutup sebuah kisah di dalam dongeng Cinderella, Putri Salju, dsb. Saudara, kalau kita mengamati kehidupan manusia terlebih saat – saat ini, banyaklah yang dapat mengalami kebahagiaan seperti yang ada dalam dongeng – dongeng ini ? Jawabnya tentu sedikit sekali orang yang dapat mengalami kebahagiaan seperti yang ada di dalam dongeng – dongeng tersebut, namanya juga dongeng. Terlebih di saat – saat sulit seperti sekarang ini. Biaya hidup sehari – hari semakin meningkat, sedangkan pendapatan sulit bertambah.

Dalam situasi seperti ini ada dua kelompok manusia : kelompok yang pertama, adalah kelompok orang yang menyikapi situasi ini dengan cara bekerja keras, membanting tulang, tidak mengenal waktu terus bekerja dan bekerja. Tetapi juga ada kelompok yang kedua, orang – orang yang takut hidup menderita, takut capek kalau bekerja keras. Maunya hidup santai, enak tapi punya uang banyak. Kebanyakan orang – orang ini kemudian lebih sering mengambil jalan – jalan pintas menuju kesuksesan duniawi.

Dalam perikop yang kita baca tadi kita juga membaca sebuah kisah tentang para nelayan di pantai Genesaret, yang juga mengalami situasi yang sulit. Bekerja semalam suntuk tanpa hasil. Tetapi ada satu hal yang menarik perhatian kita dari kisah ini, ketika dalam kondisi lelah dan suntuk, Simon ( yang pada saat itu masih menjadi seorang nelayan ) bersedia untuk menyiapkan perahunya bagi Yesus yang akan mengajar orang banyak. Melalui hal itu Simon dipakai menjadi saluran berkat bagi orang banyak yang membutuhkan pengajaran Yesus. Simon tidak mengeluh atau berharap untuk mendapat imbalan apapun dari Yesus.

Akan tetapi Yesus mengerti kesulitan yang saat itu dihadapi oleh Simon, maka Ia memberikan perintah kepada Simon untuk kembali bertolak ke tengah danau, jangan menyerah. Jawaban Simon di ayat 5 menjadi tanda bukti kepercayaan dan ketaatan Simon kepada kuasa Yesus. Iman dan ketaatan Simon ini tidak sia – sia.

Dalam situasi yang berat dan sulit seperti saat ini, mari belajar dan meneladan kepada Simon Petrus, yang rela dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan kehendakNya. Taat dan setia kepada Tuhan. Ketaatan dan kesetiaan yang berangkat dari iman yang kuat akan kasih dan kuasa Tuhan Yesus. Percayalah ketaatan kita kepada Tuhan akan mendatangkan berkat – berkatNya di dalam kehidupan kita.

Tuhan memberkati, Amin.

Oleh : Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo

02 Maret 2008

Sakramen Perjamuan.

Matius 26 : 29

Jika kita perhatikan, perjamuan malam sesaat sebelum Yesus ditangkap, menjadi kenangan terakhir Yesus dengan para murid. Di saat yang terakhir dengan kenangan yang tak terulang lagi bersama Yesus itu, telah diletakkan dasar bagi pemeliharaan keimanan. Perjamuan itu kini bagi gereja menjadi tempat di mana gereja mengingat dan mempersekutukan dirinya dengan tubuh dan darah Kristus. Perjamuan kudus menjadi undangan sukacita Kristus bagi jemaat-Nya. Perjamuan ini mendekatkan jemaat pada dimensi pemeliharaan iman. Sebagai pemeliharaan iman (dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ) Perjamuan Kudus/Sakramen Perjamuan dikandung maksud:

  1. Roti dan anggur sebagai lambag tubuh dan darah Tuhan Yesus menunjuk dan mengingatkan bahwa penyaliban dan kematian Tuhan Yesus adalah dasar penyelamatan bagi manusia.
  2. Sakramen Perjamuan menunjuk dan mengingatkan bahwa orang-orang percaya merupakan keluarga Allah.
  3. Sakramen Perjamuan menunjuk dan mengingatkan ke perjamuan yang sempurna di sorga sebagai kesempurnaan keselamatan.
  4. Sakramen Perjamuan menunjuk dan mengingatkan pemberitaan tentang kematian Tuhan Yesus sampai Ia datang.

Mengingat pentingnya Sakramen itu, maka wajib bagi kita semua dengan sikap takut dan hormat, pakering, dalam menerima dan memperlakukannya. Kesukacitaan itu kini ditawarkan oleh Tuhan dan dengan kerendah hati manusia yang menyambutnya. Agar dengan demikian iman kita disegarkan dan kehidupan kita semakin dibangun.

Pdt. Tanto Kristiono.

24 Februari 2008

MENGAMPUNI KESALAHAN SESAMA

“Tetapi jika kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu”

( Matius 6 : 15 )

Salah satu perintah Tuhan Yesus bagiNya adalah “mengampuni kesalahan sesama”. Apabila kita tidak mengampuni kesalahan orang lain, maka Tuhan juga tidak akan mengampuni kesalahan kita. Demikianlah pentingnya mengampuni kesalahan sesama.

Ada sebuah kisah dari Spanyol tentang seorang ayah dan anaknya yang bertengkar. Karena pertengkaran tersebut maka sang anak kabur dari rumah. Kepergian sang anak ini membuat sang ayah menyesal. Kemudian sang ayah berusaha mencari sang anak, tetapi tidak ditemukannya. Sampai akhirnya ditengah – tengah keputus – asaannya sang ayah memasang iklan di suatu surat kabar. Dalam iklan itu dituliskan : Paco terkasih, temuilah aku di depan kantor surat kabar ini hari Sabtu siang. Semua kesalahanmu sudah kumaafkan. Ayah menyayangimu. Dari ayahmu. Apa yang terjadi ? Di Sabtu siang itu ada 800 orang bernama Paco berkumpul di depan kantor surat kabar itu untuk mencari pengampunan dan kasih saying dari ayah mereka.

Begitulah banyaknya orang yang menantikan pengampunan dan kata maaf dari orang – orang yang mereka kasihi. Apabila kata maaf lebih banyak diucapkan, mungkin dunia ini akan menjadi sangat indah. Demikian juga gengsi kita singkirkan jauh – jauh dan kita mau dengan rendah hati memberikan pengampunan, kita akan bisa menikmati sisa hidup ini dengan kedamaian di hati. Namun betapa banyak orang yang menahan kata maaf demi harga diri. Sehingga setelah semuanya terlambat, hanyalah penyesalan yang terjadi.

Apakah sampai saat ini kita masih menahan kata maaf bagi sesama kita ? Jangan menunda mengampuni. Jangan menunggu sesama kita berubah menjadi layak untuk menerima pengampunan. Karena Tuhan Yesus telah melakukan pengampunan kepada kita yang semestinya tidak layak di hadapanNya. Mari kita bersedia mengampuni. Amin.

Oleh : Pnt. Chornelius Ayupanta,BA

17 Februari 2008

ANTARA DOSA, PENGAMPUNAN DAN HIDUP KITA

Dalam minggu – minggu ini sampai minggu menjelang Paskah kita diajak untuk menghayati kekuatan Jalan Salib Kristus yang mendatangkan pengampunan. Hanya saja sering kali hidup kita yang diampuni itu tidak sejalan dengan pengampunan Tuhan.

Seorang warga di sebuah gereja melakukan kesalahan. Maka para majelis di gereja tersebut segera berkumpul untuk memutuskan sanksi apa yang akan dijatuhkan kepada warga tersebut. Mereka juga mengundang pendeta untuk hadir, tetapi pendeta itu menolak. Lalu ketua majelis menyuruh seorang majelis untuk mengatakan kepada pendeta, “Datanglah segera, karena semua orang sedang menunggumu.”

Maka pendeta itu bangkit dan pergi. Ia mengambil sebuah kendi bocor. Mengisinya dengan air dan berangkat ikut rapat. Orang – orang keluar untuk menemuinya dan bertanya, “Apa ini, pendeta ?”

Pendeta itu menjawab, “Dosa – dosaku berceceran di belakangku dan aku tidak melihatnya. Dan hari ini aku malah datang untuk menghakimi kesalahan orang lain.” Mendengar itu, orang – orang yang hadir tidak mengatakan apa – apa lagi kepada warga yang melakukan kesalahan itu dan mereka segera memaafkannya.

Marilah kita jalani masa – masa Pra – Paskah dengan kemauan untuk intropeksi diri.

Oleh : Pdt. Wahyu Nugroho

10 Februari 2008

TAKUT AKAN TUHAN

Bacaan : Mazmur 112 : 1 – 10

Nats : ayat 1

Sudah sering kali umat Tuhan diingatkan agar takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan bukanlah takut seperti kita menghadapi hantu atau menghadapi sesuatu yang membuat bulu kuduk kita berdiri. Tetapi takut akan Tuhan ialah satu sikap iman yang menghormati Tuhan atas kasih dan kebaikanNya yang telah kita terima. Maka nyata bahwa takut akan Tuhan adalah syarat mutlak yang tidak dapat ditawar lagi dalam kehidupan orang Kristen. Sebab bila orang Kristen sudah tidak punya rasa takut akan Tuhan maka ia akan berani melakukan hal – hal yang jahat bahkan dapat lebih jahat dari kelakuan orang fasik.

Tuhan telah memberikan perintah dan hukumNya pada manusia dan ini bukan karena Tuhan itu sok kuasa atau Tuhan itu ingin menyengsarakan manusia. Tetapi dia ingin supaya manusia yang taat dan takut akan Tuhan ini dituntun untuk menerima hidup yang berbahagia. Seperti yang dijanjikan Tuhan dalam nats kita pada saat ini.

Ada banyak kehancuran hidup orang percaya yang diawali dari sikap hidup yang tidak mau taat dan takut akan Tuhan. Orang – orang ini biasanya hanya takut dengan adanya sanksi atau hukuman saja dan bukan karena mereka benar – benar percaya akan kekuasaan Tuhan yang dapat mengetahui setiap jalan hidup yang ditempuh oleh manusia. Sehingga ketika mereka tidak melihat adanya sanksi atau hukuman secara langsung, maka saat itulah mereka merasa memiliki kesempatan untuk berbuat dosa.

Tetapi saat ini kita boleh mendengar pengajaran dari pemazmur : berbahagialah orang yang takut akan Tuhan yang suka akan segala perintahNya. Anak cucunya akan perkasa di bumi, angkatan orang benar akan terberkati.

Kita adalah orang – orang telah terberkati karena kita diperbolehkan mendengar dan menerima janji yang indah dari Tuhan ini. Dan janji ini akan benar – benar menjadi bagian dalam hidup kita jika kita mau taat dan takut akan Tuhan. AMIN.

Oleh : Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo

03 Februari 2008

Pembatinan Kristiani

Bacaan : II Tawarikh 7 : 18

Kata pembatinan pada judul di atas tidaklah sama dengan kebatinan ataupun aliran kepercayaan. Jangan alergi dengan istilah pembatinan ini. Sebab pada hakikatnya perenungan, doa, meditasi ataupun kontemplasi tentulah menggunakan wilayah pembatinan. Pembatinan dalam renungan singkat ini mendasarkan pada apa yang dijadikan refleksi Daud, ketika Daud dikukuhkan oleh Tuhan dengan berkat dan janjiNya. Daud merasa bahwa apa yang telah dicapainya selama ini bukan karena hasil jerih lelah dan perjuangannya, apa lagi jasa kepahlawanannya bagi Israel.

Tidak ada dalam batin Daud untuk mengakui dirinya sebagai penentu atas keadaan Israel. Hanya Tuhan Allah yang membuat dirinya menjadi orang nomor satu di Israel dan membawa Israel pada puncak kejayaannya.

Upaya mengakui Tuhan dalam diri kita agaknya hal yang sudah seharusnya kita tanyakan ulang. Kita menjadi yang sekarang ini bisa jadi lebih sering diakui karena jasa kita sendiri. Dan jika kita menggunakan alasan pekerjaan ataupun pelayanan kita itu, jika ada yang mengritik atau kita tidak dipakai lagi, bisa diduga akan sakit, ini merupakan indikasi bahwa yang menjadi orientasi pekerjaan dan pelayanan kita itu adalah diri kita sendiri. Apalagi jikalau ada ambisi sebaik apapun alasan itu bisa tidak jujur dan bisa berubah di tengah jalan. Banyak orang seakan mengagungkan kata pelayanan, tetapi jika kita jujur sebenarnya siapa yang kita layani? Tuhan, orang lain/sesama atau diri sendiri?

Daud dengan segala kejayaannya, dan keagungannya pun menempatkan Tuhan sebagai yang membuat segalanya bisa seperti itu. Sikap Daud tersebut menjadi sebuah teladan yang amat baik bagi kita agar kita pun memiliki pengakuan Tuhan yang memberikan semuanya ini. Sehingga kita tidak jatuh dalam kesombongan

Hal yang paling sulit dalam diri kita yakni mengakui kekurangan diri sendiri. Karena telah lama kita mendemonstrasikan kepandaian kita, kita biasa mendikte orang lain, terbiasa memamerkan kemampuan diri lupa bahwa kita sebenanrnya terbatas, ada banyak kekurangan, tetapi semua itu sudah terlanjur jauh kita timbun dengan kesombongan diri sendiri.

Pembatinan kristiani memungkinkan orang sampai pada pengakuan atas keadaan yang sebenarnya pada diri sendiri, dan keadaan yang dijumpai itu adalah diri sendiri yang sesungguhnya di hadapan Tuhan tidak ada artinya, sehingga seperti Daud, “siapakah aku ini Tuhan?”

Oleh : Pdt. Tanto Kristiono.

27 Januari 2008

MUSUH BERSAMA

Ketika bangsa Indonesia masih di jajah oleh Belanda dan Jepang, di setiap daerah di nusantara ini bahu – membahu berjuang tanpa melihat penjajah sebagai “musuh bersama”. Sayangnya, ketika kemerdekaan itu telah dicapai, bahkan sampai berusia 62 tahun, bangsa ini kehilangan “musuh bersama” sehingga cenderung mencari – cari musuhnya masing – masing. Akibatnya, saudara sendiri yang beragama, bersuku dan berbeda dengan mereka dijadikan musuhnya. Kasus Ahmadiyah, perusakan gereja, kerusuhan, dll, menunjukkan bangsa ini justru menganggap sesamanya sebagai musuh dan cenderung menjadi bangsa yang menghancurkan diri sendiri.

Gereja pun demikian, ketika gereja masih dikejar – kejar bahkan dilarang, para pengikut Kristus sungguh menghayati kebersamaan dalam Iman. Penganiaya dijadikan “musuh bersama” yang dihadapi bukan dengan kekerasan melainkan dengan kesabaran dan kasih. Namun, ketika gereja sudah mulai mapan, beribadah dapat dilakukan dengan bebas, maka gereja kembali kehilangan “musuh bersama”. Akibatnya, sering muncul masalah internal yang cenderung merugikan seperti munculnya ajaran – ajaran yang menyimpang, dll.

Bagaimana dengan GKJ Margoyudan? Ketika GKJ Margoyudan masih memiliki banyak pepanthan, seluruh unsure kerja gereja dan jemaat bahu – membahu untuk berpelayanan karena luasnya wilayah pelayanan yang harus digarap. Tetapi ketika saat ini pepanthan tinggal satu, yakni Petoran, apakah itu berarti garapan pelayanan kita mulai enteng dan mudah? Sejarah gereja membuktikan ketika pelayanan mulai tidak menantang lagi, gereja mengancam stagnan dan mengalami konflik internal.

GKJ Margoyudan masih memiliki tantangan besar : “bagaimana menjadi gereja yang misioner”, misioner bukan dalam pengertian “mencari jiwa – jiwa” tetapi misioner dalam pengertian menghadirkan syalom untuk sesama. Syalom yang lebih diartikan sebagai pembawa damai, kerukunan dan harapan bagi orang lain yang membutuhkan tanpa ada pamrih tertentu. Dengan menjadi syalom maka gereja tidak kehabisan energi untuk hanya memikirkan konflik internal yang semuanya terjadi karena ego dari masing – masing anggota yang ada di dalamnya. Visi ini sedang digumulkan oleh Tim Reinstra GKJ Margoyudan. Oleh karena itu, segenap jemaat diharapkan mendukungnya dalam doa dan dalam bentuk pelayanan kongkrit yaitu menghadirkan syalom bagi sesame di keluarga, gereja dan masyarakat.

Oleh : Pdt. Wahyu Nugroho


20 Januari 2008

MENJADI ANGGOTA KELUARGA ALLAH

Bahan : Mazmur 27 : 1 – 6

Nats : Ayat 4 – 6

Salah satu fungsi rumah atau keluarga adalah melindungi. Melindungi dan memberikan rasa aman, nyaman bagi setiap anggota keluarga. Memang situasi yang seperti ini baru dapat tercipta jika ada kerja sama yang baik diantara anggota keluarga. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa harus ada yang menjadi motor penggeraknya, dan biasanya hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab kepala keluarga. Jika keluarga dapat memberikan rasa damai, aman dan nyaman maka sudah barang tentu setiap anggota keluarga akan merasa kerasan berada dalam keluarga. Sehingga mereka tidak merasa perlu mencari – cari kenyamanan di tempat lain.

Hal semacam ini pula yang dapat dirasakan oleh Daud. Sebagai anggota keluarga Allah, Daud merasa sangat nyaman dan terlindungi. Tuhan Allah sebagai kepala keluarga sangat dirasakan oleh Daud sebagai Pelindung yang perkasa di tengah berbagai macam ancaman hidupnya. Sehingga Daud bersaksi seperti yang ditulis dalam ayat 1 – 4, bahwa satu – satunya yang diinginkan Daud adalah diam dirumah Tuhan seumur hidupnya. Berada dalam naungan dan pemeliharaan Tuhan selamanya. Iman dan Pengharapan Daud ini semakin kuat, karena tak hentinya ia menghayati bahwa segala pengalaman hidupnya telah menuntunnya berjumpa dengan keagungan cinta kasih Allah. Penghayatan akan kebesaran Kasih Allah ini juga membuat Daud tidak gentar menghadapi kehidupannya. Membuat Daud mampu menegakkan kepalanya menghadapi hidup bersama dengan segala tantangan dan kesulitannya.

Demikian juga dengan kita sebagai anggota keluarga Allah, tentunya kita juga telah memiliki pengalaman hidup bersama kuasa serta kemurahan Tuhan dan sudah seharusnya bahwa semuanya itu membuahkan rasa kerasan dalam naungan dan cinta kasih Allah. Tidak akan pernah mencari – cari perlindungan, rasa aman dan keselamatan di luar Tuhan Allah kita.

Karena dari segala pengalaman hidup kita, kita hanya mengenal satu Penolong yang teguh, Benteng perlindungan yang kokoh, yaitu Tuhan Allah yang hidup. Amin

Oleh : Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo,S.Th

13 Januari 2008

Benarkah kehidupan ini bagaikan roda yang berputar?

Bacaan : I Raja-raja 11: 1-13


Pesona Raja Salomo tidak bertahan lama. Sejak ketenarannya mengambil keputusan atas sengketa dua orang perempuan yang memperebutkan anak, segera mengalami prestasi mencengangkan dalam memimpin Israel. Namun, ia kemudian jauh meninggalkan perintah Tuhan sendiri. Ia mempunyai istri terdiri tujuh ratus perempuan dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik. Dan ia memasukkan ibadah kekafiran bagi seluruh Israel yang dibawa oleh para isterinya itu.
Kemaharajaan Salomo dalam waktu relatif singkat hilang seketika, pamor kehebatan Salomo tidak ada artinya sama sekali dibandingkan kehancuran spiritualitas dan moral bangsa Israel. Komentar orang atas Salomo bisa seperti itu, sehingga prestasi raja Salomo merupakan prestasi buruk jatuhnya moralitas yang dibangun para nabi.
Apakah yang dilakukan oleh raja Salomo akan membenarkan bahwa roda kehidupan itu berputar? Jika salomo menempati posisi di atas kemudian segera ia menempati posisi di bawah. Ataukah roda berputar itu lebih pada moralitas?
Raja Salomo membawa bangsa Israel untuk menempati keadaan buruk dan menyebabkan Tuhan berencana menghukum Israel mengalami kehancuran dalam wujud terkoyaknya Israel menjadi dua kerajaan. Hukuman itu benar-benar terwujud. Hukuman Tuhan ini amat dahsyat, dan itu hanya disebabkan justru karena kejatuhan raja Salomo beserta seluruh rakyatnya. Lebih jauh dan mengenaskan lagi setelah pecahnya Israel menjadi dua kerajaan; Israel Utara di tahun 721 SM hancur terbuang di Asyur dan tak pernah kembali, sehingga berakhirlah kerajaan Israel Utara, menyusul dua abad berikutnya Yehuda terbuang ke Babil, nyaris mengikuti jejak saudaranya Israel Utara, jika tidak karena Tuhan masih memegang janji setiaNya, Yehuda kembali dari pembuangan Babil.

Tidak main-main hukuman Tuhan, dan tidak main-main persoalan kesetiaan kepada Yahwe Tuhan Allah Israel.

Jika demikian, roda kehidupan berputar bukan di sekitar hal-hal yang bersifat ekonomi, nasib, kesejahteraan hidup. Tetapi lebih pada moralitas. Namun moralitas itu jika ingin tetap mempesona harus di dalam keadaan terjaga. Caranya jika manusia setia dan berbakti kepada Tuhan.

Tuhan memberkati.

Oleh : Pdt. Tanto Kristiono



06 Januari 2008

Jadikanlah dirimu yang terbaik!

Galatia 6 : 4-5.


Perjalanan hidup itu bagaikan orang yang sedang melakukan pencarian, tidak jarang dalam pencarian itu orang menghadapi berbagai rintangan yang menghambat. Ada yang berhasil menemukan dan ada yang gagal. Lantas apa sih yang seharusnya dicari manusia: yang seharusnya dicari adalah makna hidup.

Kegagalan menyebabkan kita kecewa dan merasa bersalah. Sementara itu keberhasilan dapat menyebabkan kita takabur dan tidak waspada. Agar pencarian itu tetap berlanjut maka perlu dibutuhkan keberanian menghadapi kesulitan, dan pantang mundur. Memusatkan pada kemampuan dan kekuatan diri untuk menghidupkan pengharapan – pengharapan dan motivasi untuk kelanjutan pertumbuhan hidup kita. Tidak perlu dalam hidup kita melakukan penghakiman pada pihak lain ataupun diri sendiri. Kemarin, sudah tidak ada atau sudah berlalu, besok – belum ada. Yang ada adalah hari ini dan itu ada kawatirnya sendiri – riil, nyata, kini dan di sini.

Ada beberapa hal yang patut direnungkan, misalnya seperti berikut: bahwa yang berarti adalah bukan pada apa yang anda beli, tetapi yang anda bangun dan ciptakan.Yang berarti bukan yang anda peroleh, tetapi yang anda berikan.

Yang berarti bukanlah keberhasilan anda tetapi signifikasi anda. Yang berarti bukanlah yang anda pelajari, tetapi apa yang anda ajarkan bagi orang lain.Yang berarti, setiap tindakan yang disertai integritas tinggi, bela rasa, keteguhan dan pengorbanan yang dapat memperkuat atau meneguhkan orang lain untuk dapat meneladani anda Yang berarti bukanlah kompetensi anda, tetapi karakter anda.

Be your best! Jadikan diri anda yang terbaik. Mulailah dari diri sendiri, perbaiki diri sendiri, berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan Tuhan dan berdamai dengan sesama. Jika pencarian hidup itu menyangkut perubahan nasib, nasib tidak ditentukan oleh orang lain. Nasib tidak menunggu ditentukan oleh orang lain. Yang dapat mengubah nasib anda, adalah diri anda sendiri.

Selamat berjuang di tahun baru ini.

Oleh : Pdt. Tanto Kristiono.