11 Mei 2008

Kita Harus Lebih Sering Hening


Seorang murid bertanya kepada Gurunya yang terkenal bijaksana: “Guru bagaimana caranya menghilangkan berbagai kekuatiran yang sering saya alami akhir-akhir ini?”

Guru itu tidak segera menjawab, tapi hanya menempelkan telunjuknya pada bibirnya sambil mengeluarkan suara: “ssttt”.

Murid itu tidak mengerti apa maksudnya, kemudian bertanya dengan nada yang agak heran bercampur kesal: “Apa maksud guru sebenarnya? Apakah saya mengganggu?”

Kembali Guru itu melakukan hal yang sama: “ssttt”

Murid itu akhirnya diam mengikuti tanda sang Guru itu. Sepuluh menit kemudian, Guru itu bertanya kepada muridnya: “Apa yang kamu rasakan saat kamu diam?”

Murid itu menjawab: “Hening Guru”

“Apakah kamu merasa kuatir?”, Tanya Guru itu kembali

“Tidak Guru, saya lupa dengan kekuatiran saya”, jawab Sang Murid dengar suara pelan

“Itulah jawabanku atas pertanyaanmu tadi muridku. Rasa kuatir sering kali semakin mengganggu karena hati kita tidak tenang. Ketika hati kita tidak tenang, maka kita tidak mampu merasakan kehadiran Sang Pencipta yang menenangkan. Percumalah kamu berdoa jika hatimu tidak tenang. Hanya dengan hati yang tenang, hening kamu bisa merasakan karya Sang Pencipta yang berkenan berdiam dalam dirimu”

Refleksi:

Sebagai orang Kristen, seharusnya kita bersyukur karena Allah melalui Roh Kudus berkenan berdiam dalam diri kita. Tetapi sering kita tidak dapat merasakan kehadiranNya karena kita sulit untuk tenang, sulit untuk hening. Hanya dalam keheningan, hati yang tenang dan sumarah, kita dapat mendengar serta merasakan karya Roh Kudus yang menghibur, menguatkan dan menuntun kita kepada hidup yang benar.

SELAMAT PENTAKOSTA

Pdt. Wahyu Nugroho

04 Mei 2008

Bacaan : II Samuel 18 : 29 – 33

Ada tata nilai yang berlaku umum dalam kehidupan orang Jawa, orang Jawa bilang : “Tega larane, ora tega patine.” Artinya orang masih bisa sanggup melihat saudaranya menderita karena yang menderita itu nakal, tetapi tidak sanggup mendengar kabar jikalau saudaranya itu mati, atau mengalami musibah hingga tewas. Sebagai orangtua tentu tidak ingin jikalau anaknya menderita atau terkena musibah meskipun anak itu mengecewakan orangtuanya.

Hal seperti itu pun dilakukan Daud, ketika ia mendengar bahwa Absalom yang memberontak kepada Daud ayahnya, didapatinya bahwa Absalom telah mati, Daud pun menangis. Dalam tangisan Daud, ia ingin jika menggantikan kematian anaknya itu dengan dirinya sendiri. Artinya Daud tetap tidak tega meskipun Absalom memusuhinya dan yang ingin menggantikan kedudukannya sebagai raja di Israel.

”Tega larane, ora tega patine.” agaknya bertentangan dengan ”Ilang-ilangan endhog siji.” Jikalau anak itu benar-benar menemui ajal atau pergi tanpa pamit, ketika orangtuanya sedang tersulut amarah, orangtua bisa mengatakan ilang-ilangan endhog siji barangkali orangtua tersebut sedang mengalami emosi sesaat, apakah benar dalam hatinya tidak terhinggapi perasaan sedih kalau mendengar anaknya yang ”mbeling” itu mati?

Daud sebagai orangtua yang dimusuhi anaknya, Absalom, tetap menunjukkan rasa sedih, ia merasa kehilangan anaknya sendiri. Bagaimanapun juga anak adalah darah dagingnya sendiri. Daud telah menunjukkan contoh kebesaran jiwa seorang ayah, belas kasih seorang ayah kepada anaknya.

Kita sering mendengar cara didik yang sangat keliru dalam masyarakat kita, jika anaknya tidak menurut perintah orangtua, ada saja orangtua yang berkata: ”Oo.. tak koplok ndhasmu.” perkataan itu sangat tidak mendidik dan lebih meneror perasaan si anak. Perkataan itu juga menunjukkan orangtuanya tidak terdidik!

Bukankah dalam kehidupan ini perlu sikap keteladanan, tidak hanya bagi lingkungan keluarga namun juga bagi lingkungan masyarakat yang lebih luas? Memendam emosi, menyimpan kebencian, memelihara perasaan tidak cocok, semuanya itu bukan watak orang Kristen! Jika kita masih ingin menjadi orang Kristen, buanglah semuanya itu! Merasa diri paling hebat, paling benar, paling pinter, paling bisa, itu juga bukan sikap orang Kristen. Milikilah sikap belas kasih, rendah hati, sabar dan bersedia mengampuni! Menjadi orang Kristen yang baik, tidak karena telah lama dibaptis, karena keturunan dari simbahnya sudah Kristen, tetapi orang yang mau belajar dan menjadi orang yang memiliki jiwa pengampun, belas kasih sabar dan rendah hati. Amin.

Oleh : Pdt. Tanto Kristiono.

20 April 2008

Spiritualitas Seorang Ibu

(Sebuah Refleksi Dalam Rangka Hari Kartini)
 
Ketika itu, Tuhan telah bekerja enam hari lamanya. Kini giliran diciptakan para 
ibu. Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut: "Tuhan, banyak nian waktu yang Tuhan habiskan untuk menciptakan ibu ini?"
Dan Tuhan menjawab pelan: "Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan?"
01) Ibu ini harus waterproof (tahan air/cuci) tapi bukan dari plastik.
02) Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai.
03) Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya.
04) Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan.
05) Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan kaki yang keseleo.
06) Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah, dan;
07) Enam pasang tangan!!
Malaikat itu menggeleng gelengkan kepalanya: "Enam pasang tangan....? chk.... chk... chk".
"Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan Saya, melainkan tangan yang melayani sana sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik," balas Tuhan.
"Tuhan", kata malaikat itu lagi, "Istirahatlah". "Saya tidak dapat, Saya sudah hampir selesai."
08) Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit.
09) Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu setengah ons daging
10) Ia juga harus menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi......
Akhirnya Malaikat membalik – balikkan contoh Ibu dengan perlahan. "Terlalu lunak", katanya memberi komentar.
"Tapi kuat!" Kata Tuhan bersemangat. "Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung, pikul dan derita."
"Apakah ia dapat berpikir?" tanya malaikat lagi.
"Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat memberi gagasan, ide dan berkompromi", kata Sang Pencipta.
Akhirnya Malaikat menyentuh sesuatu di pipi, "Eh, ada kebocoran disini".
"Itu bukan kebocoran", kata Tuhan. "Itu adalah air mata.... air mata 
kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air 
mata kesepian, air mata kebanggaan, air mata...., air mata....".
"Tuhan memang ahlinya..........",  Malaikat berkata pelan.
 
Oleh : Pdt.Wahyu Nugroho

13 April 2008

“ ESTER SI PEMBERANI”

Bacaan : Ester 4 : 15 – 17

Orang yang sering merasa takut ini sebelum melakukan sesuatu, bisa dipastikan bahwa ia belum banyak melakukan hal – hal berharga di dalam hidupnya. Karena memang rasa takut yang terlampau menguasai seseorang, akan menghambat orang tersebut untuk menjadi berarti bagi diri sendiri, keluarga, gereja dan masyarakat.

Ketakutan yang berlebihan akan membatasi ruang gerak kita. Dan bagi orang percaya rasa takut juga sering kali membuat kita tidak dapat melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan Allah kita.

Tokoh yang akan kita soroti saat ini adalah Ester. Ester adalah seorang Yahudi ( namanya dalam Bahasa Ibrani Hadasa ). Ia adalah seorang yatim piatu dan sejak kecil ia telah diasuh oleh pamannya yang bernama Mordekhai. Mordekhai dan Ester adalah generasi orang Israel yang hidup di pembuangan. Karena keelokan parasnya Ester dipilih oleh Raja Ahasyweros untuk menjadi permaisurinya. Raja Ahasyweros memiliki seorang penasehat, tangan kanannya yaitu Haman. Akan tetapi Haman sangat membenci orang Yahudi. Ia mempunyai niat untuk memusnahkan orang Yahudi. Pada situasi yang genting inilah Ester mengambil perannya untuk menyelamatkan bangsanya. Ia mengambil resiko, meskipun nyawanya yang dipertaruhkan.

Keberanian Ester bukanlah keberanian yang asal berani akan tetapi keberanian yang didasarkan akan pengenalan dan kepercayaannya kepada Tuhan Allahnya. Karena dalam ayat yang kita baca tadi, Ester mengajak seluruh bangsa Yahudi untuk melakukan doa dan puasa untuk memohon kasih dan pertolongan Tuhan. Ester berani untuk maju dan berjuang bagi bangsanya karena ia mengasihi bangsanya. Posisinya pada saat itu tidak dia pakai hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri saja, tetapi kedudukan dan posisinya pada saat itu ia pakai untuk menyelamatkan bangsanya.

Kisah keberanian Ester ini memberi satu teladan bagi kita pada saat ini, ketika banyak orang dikuasai oleh rasa takut akan kesulitan – kesulitan hidup, yang pada akhirnya membawa mereka sibuk memikirkan diri sendiri, dan membangun benteng – benteng perlindungan bagi kenyamanan mereka sendiri. Orang percaya dan gereja dipanggil memiliki keberanian untuk terus menerus menebar kasih meskipun kerap kali harus melalui banyak pengorbanan. Amin.

Oleh : Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo


06 April 2008

“Nadhat al Jama’ah”

Roma 6 : 4

Kristus telah bangkit dari antara orang mati, peristiwa tersebut luar biasa dan amat menggembirakan bagi yang mengimani kebangkitan itu, setidaknya peristiwa yang mustahil tetapi menjadi nyata dan dibuktikan dengan pertimbangan nalar oleh Tuhan Yesus sendiri, maupun bukti otentik yang dituntut oleh Thomas menegaskan kebangkitan Tuhan Yesus tersebut. Jika tidak ada kebangkitan Kristus maka sia – sialah semuanya, bahkan hal tentang Allahpun menjadi tidak jelas. Atau Rasul Paulus mengatakan jika tidak ada kebangkitan maka suatu kebohongan bagi Allah. Kebangkitan Kristus sangat menentukan bagi dasar iman Kristen. Kebangkitan itu juga bukan hanya bagi Kristus sendiri tetapi kebangkitan yang diperuntukkan bagi kita semua agar hidup kita berbuah bagi Allah.

Di Indonesia ada organisasi keagamaan Nadhatul Ulama, artinya kebangkitan para ulama. Meminjam istilah itu maka renungan kita kali ini berjudul Nadhat al Jama’ah. Nadhat artinya kebangkitan, jama’ah artinya umat/jemaat, nadhat al jama’ah berarti kebangkitan umat/jemaat. Menarik untuk kita renungkan bahwa kebangkitan Kristus memberi daya baru bagi kebangkitan jemaat untuk melakukan karya – karya Allah di dalam kehidupan ini. Setelah peristiwa kebangkitan, hidup kita merasakan kesukacitaan, adanya kepastian pengampunan dosa, terciptanya pemulihan relasi dengan Allah, tak ada lagi hal prinsip yang dapat mengganggu hubungan kita dengan Tuhan Allah. Kebangkitan Kristus sudah meletakkan dasar iman kita dan tak perlu ada lagi yang diragukan dalam mengimani Kristus sebagai Juruselamat kita. Maka di dalam suasana sukacita itulah kita memperagakan hidup sebagaimana panggilan Kristus. Kita perlu bangkit dari hidup lama ke hidup yang baru, hidup yang mampu menjadi jalan berkat bagi sesama.

Hidup yang digerakkan oleh kasih kemurahan Allah, hidup yang mewartakan kasih kemurahan itu kepada sesama. Gerakan kebangkitan jemaat ini perlu kita lakukan mengingat di tengah masyarakat kita sekarang ini, semakin mengalami ketegangan – ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan – perubahan sosial maupun ekonomi.

Kebangkitan kita di masa kini dan di sini dalam konteks yang sebenarnya, turut mengambil bagian menciptakan keadaan baru di tengah masyarakat yang lebih adil dan berperadaban. Bukan kebangkitan melawan penguasa, melainkan kebangkitan moral melawan ketidak adilan, pembodohan dan pemiskinan. Memberikan teladan hidup yang benar bagi generasi kita, memberi dan berbagi nilai – nilai keutamaan bagi siapapun yang mencarinya, dan memberikan kesejukan damai sejahtera bagi kehidupan bersama. Nadhat al jama’ah, kebangkitan kita yang sudah seharusnya berbuah bagi Allah.

Oleh : Pdt.Tanto Kristiono

30 Maret 2008

“Mari Kita Bersukacita”

( Mazmur 118 : 24 – 25 )

“Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak – sorak karenanya. Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan. Ya Tuhan, berilah kiranya kemujuran”.

Menurut Mazmur 118 : 24 disebutkan bahwa hari ini hari yang dijadikan Tuhan berarti hari yang dibuat, yang diciptakan oleh Tuhan sebagai Karya Tuhan dan dengan sendirinya mutlak menjadi milik Tuhan. Sehingga hanya karena Kasih dan AnugerahNya maka hari ini boleh dengan Cuma – cuma dipakai, dipergunakan dan diisi dengan segala rencana, pekerjaan, study, dan lain – lain aktivitas sepanjang hari.

Jika kita diperbolehkan memakai dengan Cuma – cuma, hari ini, bahkan bukan Cuma hari ini, tetapi setiap hari yang sudah kita lalui, bahkan kita patut berterima kasih dan bersyukur, terlebih lagi, kita sudah boleh memakai, masih juga diperbolehkan meminta.

Dalam Mazmur 118 : 25 kita masih boleh meminta 2 hal besar, yaitu : 1. Keselamatan, karena terbebas dari hukuman maut beroleh hidup baru oleh penebusan Tuhan Yesus Kristus. 2. Kemujuran, berkat dan penyertaan atas pemeliharaan secara jasmaniah dan kesempatan mendapat rejeki. Jadi saudara, dengan keselamatan, berkat dan penyertaan serta pemeliharaan yang diberikan Tuhan kepada kita, selayaknya kita tidak Cuma sekedar berterima kasih saja, melainkan berusaha mempergunakan hari ini, dengan sebaik – baiknya.

Persoalan selalu timbul, bagaimana cara penyelesaiannya ?

Pemazmur memberitahukan caranya dengan jelas, yaitu : “dengan bersorak – sorak dan bersukacita”, merefleksikan dan mewujudnyatakan dengan sikap : Optimis dan positif thinking dalam menjalani hidup di hari mendatang saat kita kembali kepada kesibukan kita,

Waktu kita menghadapi pekerjaan yang menumpuk, dagangan sepi, segudang problem yang tidak sesuai dengan keinginan kita, apakah kita masih bisa mengatakan “Hari ini harinya Tuhan mari kita bersukaria ?”. Bisa, hanya dengan kesadaran akan pengorbanan di atas kayu salib dan sikap optimis dan positif thinking, kita berterima kasih atas pemberian hari ini, keselamatan serta kemujuran. Tuhan terima kasih atas pemberian hari ini. Amin

Oleh : Dkn. Winantyo Atmodjo,SE



16 Maret 2008

Sudahkah Kita diubah Oleh Salib Kristus?

Bayangkan sebuah gelas yang berisi air putih. Gelas itu kemudian diberi 1 sendok sirup merah. Setelah diudak beberapa saat, pastilah air di dalam gelas itu segera berubah berwarna merah.

Bayangkan gelas itu adalah kita dan sirup merah itu adalah SALIB KRISTUS yang berlumuran darah penebusanNya. Apakah kita segera berubah menjadi merah atau apakah hidup kita segera diubah oleh SALIB KRISTUS itu?

Sesungguhnya SALIB KRISTUS mengubah cara kita menjalani hidup dan menghadapi tantangan hidup ini. SALIB KRISTUS bukanlah sebuah pertunjukan sulap yang hidup manusia menjadi penuh kemewahan, sukacita dan bebas dari penderitaan. Selama kita hidup, sukacita-kesusahan; sehat-sakit;bahagia-dukacita; dan persahabatan-permusuhan akan menjadi bagian hidup kita.

Tapi SALIB KRISTUS cara menjalani hidup dan menghadapi tantangan hidup. Mereka yang menerima SALIB KRISTUS tapi tidak diubah oleh Salib itu lebih mudah menyerah pada keadaan dan takluk pada emosi/hawa napsu duniawi. Hidupnya lebih banyak diwarnai dengan keputusasaan serta dendam.

Sementara, mereka yang diubah oleh SALIB KRISTUS lebih dapat mengendalikan diri/sabar, mengampuni dan senantiasa memiliki pengharapan dalam Kristus.

Bagaimana kita dapat diubah oleh SALIB KRISTUS itu?

Pertobatan, penyerahan dan membuka diri pada karya Pengampunan Allah dalam SALIB KRISTUS yang diwujudkan dalam penghayatan kita yang sungguh dalam Perjamuan Kudus JUMAT AGUNG serta PASKAH dapat menjadi awal kita diubah oleh-NYA

Pdt. Wahyu Nugroho